14/04/08

Sisir Biru

Sisirku tergeletak pasrah di meja dekat lemari baju. Tampaknya ia menunggu untuk kusentuh. Aku tahu, dengan dua minggu lebih mengacuhkan mungkin membuatnya sakit hati. Selama itu pula aku tidak menggunakan sisir sama sekali. Sebenarnya ini tidak perlu terjadi seandainya saja ia tidak mengecewakanku. Coba bayangkan, di depan perempuan yang kutaksir selama tujuh bulan terakhir itu, sisirku keluar dari saku belakang ketika aku berdiri. Ia membawa serta gumpalan-gumpalan ketombe… dan jatuh di meja cafĂ©. Tepat di depan matanya. Hancur harapanku, sekarang aku bahkan tidak dapat menghubungi perempuan itu lagi. Mungkin karena lantaran aku terlalu jorok di matanya. Sekarang, aku pun berlaku sama pada sisir biruku. Aku membiarkannya tergeletak tanpa pernah kusentuh lagi.

Mungkin sebentar lagi aku buang.


***
Jakarta, 14 April 2008

Tidak ada komentar: