15/03/09

www.mainhatidengansiti.co.cc




















Silahkan berkunjung ke www.mainhatidengansiti.co.cc untuk info lebih lanjut.

26/06/08

Siti Ditinggal Masuk Bui

Hai Siti, apa kabarmu setelah lama ditinggalkan Ahmad?
Kudengar kau makin lama makin mengeluh sendiri
Ahmad baru keluar penjara tujuh tahun lagi
Jadi, sabar saja.

Hai Siti, aku kemarin bertemu dengan Bangor
Ia menanyakan kabarmu, lalu kujawab ‘tidak tahu’
Bangor kini menjadi seorang saudagar kaya
Berjualan rempah diselingi permata

Hai Siti, bagaimana kau sanggup hidup seorang diri?
Tanpa suami dan sanak famili
Tolong pikirkan, kalau boleh aku sarankan
Bagaimana kalau Bangor jadi pengganti Ahmad?



***
Jakarta, 7 Mei 08

Main Hati Dengan Siti Main Hati Dengan Siti Main Hati Dengan Siti

Aku menangis ketika akad nikah seminggu yang lalu. Semua menenangkan dan ikut terharu. Padahal aku menangis karena Siti, kekasihku yang dulu.

Malam pertama aku lalui dengan gemetar, karena baru kali itu aku melaluinya, dengan selain Siti. Aku mematikan lampu, istriku menyangka bahwa aku terlampau gugup atau malu. Padahal sebenarnya aku hanya bisa bercinta dengan membayangkan tubuh Siti-ku.

Seminggu berlalu tanpa cumbu. Yang ada hanya istriku yang terus merayu. Namun apa daya, hatiku tak mampu menepis cinta yang terlanjur membiru pada kekasihku yang dulu.

Dua puluh satu menit yang lalu aku menelpon Siti. Aku bilang kalau aku ingin kawin lagi. Tentunya dengan Siti. Siti menolak dengan alasan aku terlampau bodoh untuk kembali.

Lima menit yang lalu aku bicara dengan istri. Aku mengakui kalau aku sudah main hati, dengan Siti. Di luar perkiraanku yang seharusnya istri marah, ternyata malah tersenyum. Ia menyuruhku kawin lagi. Tapi, ia yang pergi.


***
Jakarta, 21 Juni 2008

Siti Naik Kereta

Siti sampai di stasiun Jakartakota siang itu. Ia rupanya ingin kembali bernostalgia. Biasanya ia diantar supir, namun karena ini adalaah hari ulang tahunnya, maka ia memutuskan untuk naik kereta ekonomi saja. Jangan tanya pada saya apa hubungan antara ulang tahun dengan kereta, itu hanya Siti yang tahu. Sempat saya mencuri dengar ketika Siti berbicara dengan Stephanie, Situ selalu teringat akan aroma tubuh Pongky yang mendekapnya dalam kereta ekonomi. Maka itu, kini ia kembali naik kereta. Ah, kenapa jadi bertele-tele, ya? Sudahlah.

Siti tertegun ketika ia memasuki peron. Banyak sekali orang yang menunggu kereta. Lalu keretanya mana? Belum ada satu pun batang hidung kereta-kereta itu. Panjang umur, beberapa menit kemudian satu kereta jurusan Bekasi tiba. Kereta orange-biru itu langsung diserbu calon penumpang. Penumpang banyak yang membawa kardus-kardus besar, sepeda dan tas punggung. Beberapa orang menyenggol tubuh Siti, entah sengaja atau tidak, menuju arah kereta tersebut. Siti terhuyung, lalu merasa lehernya perih. Kalungnya telah dicuri. Siti tidak berteriak, karena ia tahu tidak akan ada gunanya. Ia hanya menyeka sedikit darah dengan tissue.

Kereta tujuan Bogor akhirnya tiba. Kereta itu bahkan diserbu calon penumpang yang dua kali lipat banyaknya. Siti terpaksa mengikuti arus masuk ke gerbong dua. Jangankan duduk, berdiri pun susah. Lampu di dalam gerbong yang tidak menyala membuat para penumpang berkeluh kesah. Tiba-tiba, bokong Siti serasa ada yang menjawil. Kali ini Siti teriak. Namun percuma, karena suara penjual pita rambut lebih keras dari teriakan Siti.

Turun di stasiun Tebet, wujud Siti sudah tidak karuan. Rambutnya berantakan dan pakaiannya pun jadi lecek. Lehernya perih dan bokongnya dijawil. “Lain kali aku naik kereta sama Mas Pongky aja,” batinnya. Jangan tanya saya kenapa dia punya konklusi demikian, karena saya bukan Mas Pongky.


***
Jakarta, 26 Juni 2008

27/05/08

PoST EffeCT

Jika aku dapat melompati masa dan berlalu ke masa ketika aku dilahirkan, maka aku akan memilih untuk diam. Tidak menangis dan merengek. Aku ingin tahu, apakah setelahnya aku bisa tidak merajuk? Terlebih jika menghadapi kenyataan bahwa nyawaku akan diambil setelahnya.

Kau pun begitu, dengan serta merta memojokkan posisiku yang terjalar dilema berkepanjangan, hingga sesak kepala ini. Bisakah kau meredupkan cahaya itu? Hingga aku dapat bernafas lebih lega.

Sungguh tidak menyenangkannya hidup dalam ketidakpastian, terombang-ambing oleh segala kemunafikan dan janji semu.

***
6 Mei 2008

JUNO; Berpikir Positif Aja!

Bagaimana jika mengetahui dirimu hamil sebelum menikah? Juno (Ellen Page) mengalami hal ini, tanda positif di alat test pack muncul berkali-kali dalam setiap pemeriksaannya. Dia pun panik dan shock, karena perbuatan ‘iseng-iseng’ di atas kursi dengan teman sekolahnya, Paulie Bleeker (Michael Cera), membuahkan hasil. Berawal dari keingintahuan besar juno terhadap sex, maka ia pun melakukan hubungan intim bersama Paulie Bleeker, teman satu sekolah dan satu band. Akibatnya, Juno yang masih berusia 16 tahun itu mengalami kehamilan yang sama sekali tidak dikehendakinya.

Juno sempat berpikir untuk melakukan aborsi, tapi berkat tukar pikiran dengan sahabatnya, Leah (Olivia Thirlby), Juno akhirnya mengurungkan niatnya. Mereka mencari iklan di koran dan mendapatkan ada sebuah pasangan kaya yang ingin adopsi anak. Berbagai permasalahan pun datang dan ledakan emosi terjadi secara apik.

Awalnya saya mengira bahwa yang selanjutnya terjadi adalah konflik antara Juno dengan Bleeker atau Juno dengan orangtuanya, tetapi ternyata yang terjadi diluar prediksi. Luapan emosi yang umumnya terjadi karena kesalahan fatal itu tidak terjadi di sini. Pendeknya, emosi yang keluar sangat lembut, sehingga jantung penonton tidak harus berdetak cepat saat melihat konflik.

Warna-warni yang cemerlang sepanjang film, juga permainan grafis yang menerangkan pergantian musim tampak membuat film makin menarik. Tampaknya, inilah konsep yang hendak disampaikan oleh para pembuatnya; sebuah film yang mengharuskan orang berpikir jernih seberat apapun masalahnya.

Akting semua pemainnya pun cukup bagus dan natural. Ellen Page dipuji banyak orang karena aktingnya. Michael Cera juga pas memerankan karakter cowok yang lugu. Komposisi pemain tampak sangat dipikirkan hati-hati oleh Jason Reitman selaku sutradara, yang juga pernah menggarap Thank You For Smoking.

Juno berhasil meraup penghasilan komersil US$ 213 juta di seluruh dunia dan sekaligus mendapat Best Original Screenplay di ajang Academy Award 2008. Ada yang tahu mengapa diberi judul Juno? For your info, Juno adalah salah satu istri dewa Zeus. Nah, ada yang bisa mengaitkannya sekarang? [heripurwoko]

CInta Itu

Cinta itu biru, seperti warna langit yang akan segera menyapamu. Bergerak bebas awan di ruangnya dan membentuk gemerlap petir di antaranya. Burung-burung pun akan terbang berarakan menembus cakrawala. Dengan riang, dengan pola yang konstan. Jika kamu hadir, bersiaplah untuk disambut olehnya. Jangan ragu dan jangan takut, karena semuanya adalah teman. Teman mainmu, teman hidupmu, sahabatmu.

Cinta itu tenang, seperti air yang diam di telaga. Jika angin datang, maka permukaannya akan berdesir ringan membentuk riak-riak kecil. Dedaunan akan jatuh dan sejenak melayang sebelum jatuh ke permukaannya. Anggang-anggang berjalan riang diatasnya, ditemani oleh kumbang gasing dan capung jarum, membentuk serangkaian nada yang pastinya akan kamu senangi. Jangan bimbang, karena semuanya adalah saudara, kerabat, sanak tanpa jarak.

Aku menunggu hadirmu, menunggu datangnya rindu. Jangan kau lari atau sembunyi. Cinta itu kamu, Banyu. Seperti namamu yang menenangkan, tapi juga bisa menghanyutkan.




***



Depok, 11 Mei 2008

21/04/08

RI 10

“Kamu tahu RI 10 itu siapa?”
“Tidak. Kenapa?”
“Hampir menabrakku di Lenteng Agung. Mentang-mentang pejabat, seenaknya aja kalau di jalan umum. Padahal kalo dipikir-pikir, semua orang juga punya kepentingan.”
“Oh.”
“Kok cuma ‘oh’?”
“Ya dimaklumi saja, ayahku memang begitu.”


***
Jakarta, 21 April 2008

Sandal Jepit

Sandal jepitku, aku menggigil pagi ini. Mungkin karena dia yang menenggelamkan tubuhku malam tadi.

Jika aku melupakanmu, mungkin itu bukanlah kesengajaan. Sama ketika aku membuat tubuhmu terluka. Aku menjumpaimu hanya sebelah, kemana yang sebelah lagi? Apa mungkin dirampas olehnya? Si perempuan keji itu. Yang menatap matanyapun membuatku selalu ingin meludah. Aku tahu, sebagai lelaki berakal, harusnya aku mencari perempuan lain. Tapi aku lebih memilih untuk tinggal, mengingat ia begitu menyayangiku. Setidaknya, begitu ucapnya. Sayangnya, ia tidak menyayangimu, sandal jepitku. Apakah aku harus meninggalkannya demi dirimu? Mungkin setelah itu, sandal jepitku yang sebelah bisa kembali.

Sandal jepitku, aku benar-benar menggigil pagi ini. Mungkin karena dia memang menenggelamkan tubuhku malam tadi.


***
Jakarta, 21 April 2008

18/04/08

Gantung

Charger itu kini meracau pada Compo dan Hair Dryer, karena dirinya yang sudah tidak disentuh lagi oleh pemiliknya.

“Sial, kalau sudah tidak mau ya bilang saja. Jangan didiamkan seperti ini!” ucap Charger setengah berteriak.


“Yah, jangan protes sama saya dong. Kalau mau, bikin aja korslet listrik di rumah ini. Biar terbakar dan…” sahut Hair Dryer terpancing emosinya.


“Dan kita juga meleleh, mati. Mau?” timpal Compo.


Semuanya terdiam. Charger dan Hair Dryer mengalihkan pandangan ke arah lain.


“Padahal, kalau kalian tahu, aku juga sakit hati karena tidak pernah digunakan. Kalian pikir enak cuma dibuat alas kipas angin atau alat make up? Kita ini sama-sama digantung, tidak jelas mau diapakan. Kita cuma menunggu, tanpa tahu menunggu apa sebenarnya,” Compo berbicara dengan lirih, suaranya pun agak serak.


Tak lama, pemilik barang-barang elektronik itu masuk ke dalam kamar. Ia mengangkat charger. Charger senang karena dirinya merasa akan benar-benar digunakan kali ini. Tapi ternyata, pemilik itu malah memasukkannya ke dalam kardus, begitu juga dengan compo dan hair dryer.


“Sayang, buruan dibuang. Barang-barang rusak gitu kok tetep disimpan sih?” ucap seorang perempuan dari ruangan lain.


Lelaki itu mencium charger, compo dan hair dryer dengan khidmat, sebelum ia menghibahkannya ke tukang loak yang menunggu di depan pagar rumah.





***
Jakarta, 15 April 2008

Kartunis

Kartunis itu mati dalam keadaan hidup-hidup, beserta seorang istri dan dua anaknya yang masih kecil. Berita di minggu pagi itu segera menyeruak ke seluruh dunia. Ia memang seorang yang juru gambar dan bukan itu yang menyebabkannya dikenal dunia. Tapi, buah karyanya yang sangat kontroversial beberapa tahun lalulah penyebab awal ia menjadi sorotan publik.

Awalnya sederhana, ia hanya mengejawentahkan apa yang ada di pikirannya mengenai sosok sebuah fenomena alam ke dalam sebuah gambar kartun. Memang agak terkesan mengejek. Bahkan hal itu bertentangan dengan kepercayaan yang telah ada. Ia menganggapnya itu sebuah kebebasan, namun khalayak umum memandangnya sebagai pelecehan. Pelecehan kepercayaan dan kebebasan itu sendiri. Kartunis itu lantas teringat bagaimana Galileo atau Socrates di akhir hidupnya. Sedikit gentar agaknya ia. Namun terlambat, karyanya dimuat di harian ibukota negeri itu. Sudah bisa ditebak, respon negatif muncul di mana-mana. Sekitar tujuh puluh persen penduduk dunia mengecamnya. Gerak kartunis itu kini tak lagi bebas. Ia bahkan membatasi ruang bagi istri dan anaknya untuk berhubungan dengan dunia luar. Apartemen mereka pun disegel, menyusul pembakaran poster dirinya dan bendera negerinya di berbagai belahan dunia. Kartunis itu lantas membawa keluarganya keluar kota, kemudian kembali pindah menuju area perbatasan. Istrinya sakit di tengah jalan, kondisi kedua anaknya pun tak kalah turunnya. Mereka kini menjadi bulan-bulanan di sepanjang jalan, diludahi dan dilempari tahi. Hanya gara-gara sebuah gambar kartun.

Pelarian mereka akhirnya terhenti di sebuah persimpangan negeri. Kabarnya, di desa kecil tersebut kebebasan sangat diagungkan. Kartunis itu mempercayai hal tersebut, terlebih ketika melihat beberapa anak muda berlarian telanjang menuju sebuah ayunan di bawah pohon besar, seorang paruh baya yang menempel simbol keagamaan secara terbalik di depan rumahnya, juga anak kecil yang memasukkan kemaluannya ke seorang pelacur. Maka, kartunis itu membangun rumah di sana, di atas sepetak tanah sewaan. Keluarganya pun berangsur-angsur membaik. Istrinya kini bahkan memberi semangat pada si kartunis untuk membuat gambar-gambar kontroversial. Walau awalnya takut karena masih trauma, tapi perlahan ia membuat gambar lagi. Kali ini, idenya lebih gila, ia menggambar tuhan dengan cara yang sangat ekstrim, berpelukan dengan pelacur. Gambar itu lantas dipajang di depan rumahnya. Ia tidak puas. Kartunis itu ingin agar karyanya dipublikasikan ke seluruh dunia. Beberapa orang di desa itupun mendukungnya.

Sampailah karya itu di media internet. Kini, tidak hanya ia dan keluarganya yang terancam, tapi bahkan seluruh penghuni desa. Beberapa orang yang panas dengan gambar tersebut memburu sang kartunis, begitu juga dengan kelompok yang dulu sempat ingin menghabisinya. Kekuatan lawan sang kartunis meningkat pesat. Maka ia kembali diburu. Seisi desa melarikan diri begitu mendengar hal tersebut. Akhirnya, semuanya berakhir ketika rumah sang kartunis terbakar dalam hujan. Jeritan dan raungan kesakitan terdengar dari dalam rumah tersebut. Bukan, bukan siapa-siapa yang membakar rumah itu, bahkan kejadian itu begitu cepat sebelum para pemburu tiba.



***
Jakarta, 18 April 2008

14/04/08

Sisir Biru

Sisirku tergeletak pasrah di meja dekat lemari baju. Tampaknya ia menunggu untuk kusentuh. Aku tahu, dengan dua minggu lebih mengacuhkan mungkin membuatnya sakit hati. Selama itu pula aku tidak menggunakan sisir sama sekali. Sebenarnya ini tidak perlu terjadi seandainya saja ia tidak mengecewakanku. Coba bayangkan, di depan perempuan yang kutaksir selama tujuh bulan terakhir itu, sisirku keluar dari saku belakang ketika aku berdiri. Ia membawa serta gumpalan-gumpalan ketombe… dan jatuh di meja cafĂ©. Tepat di depan matanya. Hancur harapanku, sekarang aku bahkan tidak dapat menghubungi perempuan itu lagi. Mungkin karena lantaran aku terlalu jorok di matanya. Sekarang, aku pun berlaku sama pada sisir biruku. Aku membiarkannya tergeletak tanpa pernah kusentuh lagi.

Mungkin sebentar lagi aku buang.


***
Jakarta, 14 April 2008

10/04/08

Kembali Kanak-Kanak

Kamu tahu, ketika Peterpan kembali ke Neverland, dia mendapati dirinya yang terlalu dewasa. Keceriaan masa kecil itu sempat hilang, hingga butuh waktu yang tidak sebentar untuk bisa mengingatnya, mengembalikannya. Menyesalkah Peterpan mengetahui itu semua? Mungkin. Tapi satu yang pasti, ia senang kembali ke Neverland. Bertemu kawan-kawan semasa kecil sungguhlah menyenangkan. Di sana, ia tidak takut melanggar aturan, karena mereka sendiri yang membuat semua aturan.

Beberapa saat kemudian, Peterpan kembali terseret ke dunia nyata. Ternyata hanya mimpi ia kembali ke Neverland. Kenyataan memang tak semanis yang ia pikirkan, tapi juga tidak begitu pahit jika dirasakan. Maka, dengan lemas ia pergi ke toilet, untuk buang air kecil. Lalu berkaca di cermin, hendak mencukur kumis dan jenggotnya yang selalu tumbuh lebat. Betapa terkejutnya ia, melihat bayangan dirinya di cermin yang kembali muda.

Dan Tinkerbell pun mengintip tersenyum di balik pintu.


***
Jakarta, 23 Maret 2008

koma



(untuk almarhum Munir)


Belum selesai perjuangan
Jalanku pun masih terbuka
Masih ada banyak beban yang harus aku pikul sendiri
Ku daki sendiri...
Sendiri...

Loyalitas negeri ini pada hati begitu memprihatinkan
Tugasku untuk memberinya mahkota
Tapi aku hanya bergerak sendiri
Menari sendiri...
Hingga tiba waktuku...

Dan semua masih belum usai



***


Jakarta, 14 September 2004